Penelitian Bidang Sistem Informasi Managemen di Indonesia (SIMDI): Quo Vadis?

05.01 Unknown 0 Comments



Rahmat M. Samik­Ibrahim

Direktur vLSM.org

Email : vlsm.org at  gmail dot com ­­­ rev 08.02.01.00 ­­­ URL: http://rms46.vlsm.org/2/114.pdf

© 2004­2008 Rahmat M. Samik­Ibrahim ­­ GNU Free Document License ­­ Silakan secara bebas menggandakan makalah ini.




ABSTRAK

Makalah ini mengasumsikan bahwa telah ada (exists) berbagai  kegiatan  penelitian  SisteInformasi Managemen (SIM) di Indonesia (DI).  Namun, populasi komunitas SIMDI masih sedikit, serta tersebar pada berbagai disiplin ilmu yang lebih mapan seperti Ilmu Komputer, Bisnis dan Managemen, Psikologi, dan sebagainya. Tulisan ini mencoba untuk mempertanyakan arah dari SIMDI. Dengan mengkaji bagaimana SIM berkembang di belahan bumi yang lain, serta memahami kondisi nyata SIMDI, akan diusulkan beberapa kiat untuk ditindak­lanjuti.

Kata kunci: SIM, Sistem Informasi Managemen, Indonesia.


1.   PENDAHULUAN

Sistem   Informasi   Manageme (SIM)   merupakan sebuah bidang yang mulai berkembang semenjak tahun
1960­an. Walau tidak terdapat konsensus tunggal, secara umum  SIM  didefinisikan  sebagai  sistem  yang menyediakan  informasi  yang  digunakan  untuk mendukung operasi, managemen, serta pengambilan keputusan sebuah organisasi. SIM juga dikenal dengan ungkapan lainnya seperti: Sistem Informasi, Sistem Pemrosesan Informasi, Sistem Informasi dan Pengambil Keputusan” [1].

Judul makalah ini mengandung tanda tanya. Namun, mohon untuk tidak ditafsirkan bahwa di Indonesia tidak terdapat kegiatan penelitian yang berhubungan dengan SIM. Justru, diasumsikan bahwa kegiatan tersebut telah

ada (exists), sehingga tidak ada klaim bahwa perlu melakukan perintisan bidang ini dari nol. Namun, bidang ini telah berkembang  secara paralel di berbagai bidang ilmu yang telah mapan terutama Ilmu Komputer, Teknik Elektronika,  serta Bisnis dan Managemen.

Justru,  tulisan  ini  mencoba  untuk  mempertanyakan arah dari berbagai kegiatan SIM tersebut. Selanjutnya mengusulkan beberapa kiat untuk menyelaraskan kegiatan penelitan SIM tersebut. Makalah ini dapat dimanfaatkan sebagai pembuka, dengan membuat sebuah sketsa kasar kondisi bidang SIM di Indonesia. Manfaat langsung yang akan diperoleh merupakan konsensus   kondisi yang riil, serta hal­hal yang mungkin dapat ditindak­lanjuti.

Komposisi komunitas majemuk ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Hal serupa juga dialami komunitas SIM  di  berbagai  negara  termasuk  Amerika  Utara  dan Eropa pada awal pembentukannyaPengalaman mereka dala merintis   pengembanga bidang   SIM   menjadi sangat  berharga  untuk  dijadikan  model/rujukan.  Untuk itu, makalah ini akan membahas secara singkat cikal bakal berkembangnya bidang ini dibelahan bumi lain.


2.   LATAR BELAKANG PERKEMBANGAN

Bagian ini akan mengungkapkan bagaimana bidang SIM berkembang di Amerika Utara dan Eropa. Titik penekanan akan lebih pada proses pertumbuhan bidang ini, dan bukan kronologi peristiwa yang terkait dengan perkembangan SIM.

SIM merupakan bidang terapan yang mendapatkan perhatian  para  pelaku  bisnis sejak  Teknologi  Informasi




(TI)  dimanfaatkan  pada  tahun  1950­an.  Pada  awalnya, titik   fokus   utama   iala efisiensi,   menginga harga perangkat keras yang sangat mahal (jutaan dollar). Secara perlahan komponen biaya perangkat keras menyusut. Namun secara keseluruhan, anggaran tahunan TI sebuah organisasi cenderung untuk terus meningkat. Timbul kesadaran bahwa masalah yang dihadapi bukan sekedar Ilmu Komputer, Teknik Elektronika, atau Matematika. Diperlukan  sebuah  metoda  universal  yang  secara sistematis dan efektif dapat dengan cepat menanggulangi permasalahan  yang  timbul  dari  waktu  ke  waktu.  Ini berbeda  dengan  tradisi  ''dunia  akademis''  yang menawarkan berbagai variasi ''solusi teoritis'' yang telah dikaji secara ilmiah untuk permasalahan yang belum tentu ada.

Topik  dalam  bidang  SIM  mulai  mendapatkan perhatian para akademisi pada tahun 1960­an. Pola yang lazim terjadi ialah para akademisi terjun langsung ke lapangan sebagai konsultan. Selanjutnya, para akademisi berupaya untuk menyelesaikan permasalahan SIM dengan beraneka ragam kerangkkerja (framework). Kerangka­ kerja tersebut sesuai dengan latar belakang pendidikan masing­masing, seperti Ilmu Komputer, Ilmu Teknik Elektro, Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Ilmu Matematika dan Statistika, Bisnis dan Managemen, serta berbagai Ilmu Sosial lainnya seperti Psikologi, Budaya, Filsafat, dan mungkin masih ada klaim dari ilmu lainnya yang tidak dapat diuraikan satu persatu. Keaneka­ragaman ini mendorong berbagai upaya untuk memperkenalkan model­model kerangkat­kerja yang terpadu [2].

Institusi akademis yang pertama mengkhususkan diri dalam   bidang   SIM   iala Management      Information System Research Center    (MISRC) di Universitas Minnesota (1968). Kiprah MISRC banyak sekali mempengaruhi perintisan perkembangan SIM sebagai sebuah  bidang  ilmu.  Pada  tahun  1977,  MISRC menerbitkan sebuah jurnal   akademis yaitu Management Information   System   Quarterly   (MISQ) MISQ   terbit empat kali per tahun. Setiap terbitan MISQ berisi tiga hingga  empaartikel ilmiah.  Pada tahun  1980,  MISRC turut  membidani  sebuah  konferensi  tahunan  bergengsi yaitu  International  Conference  of  Information  Systems

(ICIS).    ICIS    diselenggarakan    setiap    tahun    pada pertengahan bulan Desember.

Forum diskusi panel ICIS biasanya digunakan untuk mematangkan berbagai ide dan wacana. Hasil tindak lanjut dari forum tersebut diantaranya membidani pendirian Association of Information Systems (AIS) pada tahun 1994, demikian pula publikasi situs internet
ISWordNet, peleburan ISWordNet dan ICIS ke dalam wahana AIS (2000), serta penerbitan dua jurnal elektronis yaitu Journal of the AIS (JAIS) dan Communication of
melemparkan sebuah isu serta mengumumkan CfP (Call for Papers).

Kelompok    ''Minnesota''    yang    dimotori    MISRC
merupakan kubu yang lebih mengutamakan kepentingan
''akademis'' dan ''ilmiah'' dibandingkan dengan aspek terapannya. Program pendidikan doktorat di Universitas Minnesota  mensyaratkan/mengharapkan  bahwa lulusannya akan menjadi tenaga akademis di Universitas lainnya. Karena telah meluluskan tenaga S3 bidang SIM sejak tahun 1970­an, alumninya telah menyebar serta menduduki berbagai posisi senior pada universitas terkemuka  di  berbagai  belahan  dunia.     Aliran  kubu MISRC ini cenderung positivistik yang terkenal dengan model  kerangkacuan  ''kotak   konseptual''  dan   ''anak panah sebab akibat''.

Selain  kelompk  ''Minnesota''  ini,  terdapat  berbagai kubu alternatif, seperti kubu pantai timur (MIT, Harvard), kubu  pantai bara(Kalifornia),  kubu  Eropa,  dan seterusnya. Kubu pantai Timur, umpamanya, memiliki pandangan yang lebih mengarah ke aspek terapan. Ini terlihat bahwa terbitan yang lebih praktis seperti Harvard Business Review dan Sloan Management Review. Pola bidang SIM di Eropa pun lebih menjurus ke bidang terapan.   Bahkan,       lulusa S dar Jerma lebih




dipersiapkan untuk terjun ke bidang industri dibandingkan ke bidang akademis.


3.   MENCARI  CIRI KHAS BIDANG SIM

Konsekuensi dari sebuah bidang ilmu yang relatif baru ialah para penelitinya memiliki latar belakang non­SIM. Mereka cenderung memanfaatkan kaidah dan metoda sesuai bidang latar belakang yang mereka anut,   serta mempertahankan warna bawaannya tersebut. Ini dapat ditolerir pada awal pembentukan sebuah bidang ilmu. Namun sebuah bidang yang mapan seharusnya mengandung "komponen inti" yang menjadi ciri khas bidang  tersebut,  dan  SItidak  dapat  menjadi perkecualian.

Polemik  perihaapa  yang  termasuk  dalam  kategori SIM dan mana yang bukan, seumur dengan bidang SIM itu sendiri. Pada konferensi ICIS yang pertama (1980), Peter Keen secara terbuka mempertanyakan apakah SIM betul­betul sebuah bidang ilmu atau hanya sekedar tema populer [3]. Isu serupa biasanya menimbulkan debat yang
''hangat''   setiap  kali  timbul  dalam  milis  ISWordNet. Dalam sebuah diskusi panel ICIS, pernah diperdebatkan pengaruh para ''Barbarian'' dari bidang lain yang secara tidak hentinya bersiaga di ''tapal batas'' bidang MIS [4]. Bahkan, volume 6 dari jurnal Communcation of the AIS (CAIS) merupakan edisi khusus perihal relevansi bidang ilmu MIS.

Baskerville dan Myers [10] menguatkan argumentasi bahwa SIM sudah saatnya menjadi sebuah disiplin ilmu secara mandiri. Davis [5] menawarkan konsensus, bahwa setidaknya terdapat lima aspek yang dapat dikategorikan sebagai ciri khusus bidang SIM:

Proses Managemen, seperti "perencanaan strategis", "pengelolaan  fungsi  sistem  informasi",  dan seterusnya.

Proses Pengembangan, seperti "managemen proyek pengembangan sistem", dan seterusnya.

Konsep    Pengembangan,    seperti    "konsep    sosio­
teknikal", "konsep kualitas",  dan seterusnya.

Representasi,      seperti      "sistem      basis      data", "pengkodean program", dan  seterusnya.

Sistem Aplikasi, seperti "Knowledge Management", "Executive System", dst.

Orlikowski dan Iacono [6] menyerukan agar jangan mengabaikan ''artifak IT'' sebagai isu sentral. Mereka mengamati bahwa terdapat kecenderungan penelitian SIM untuk mengasumsikan bahwa artifak IT itu sendiri tidak bermasalah. Artifak (karya/produk) IT tersebut pada umumnya  berbentuk   perangkat  lunak  atau  perangkat keras. Benbasat dan Zmud [7] menjabarkan isu tersebut dengan menawarkan sebuah model konseptual seputar artifak  IT  tersebut.  Whinston  dan  Geng  [11] mengingatkan potensi wilayah kelabu/tidak bertuan dalam bidang SIM.


4.   EKSISTENSI SIMDI

Pada dua bagian sebelumnya telah dibahas latar belakang perkembangan SIM serta perdebatan perihal komponen khas bidang SIM. Bagian ini mencoba untuk mengkaji keadaan SIM di Indonesia (SIMDI) beserta asumsi yang dipergunakan.

Kehadiran  SIMDI itu sendirtidak  perlu  diragukan. Pada konferensi SNIKTI 2004 ditemukan lebih dari 10 judul makalah dengan tema ''berbau'' SIM. Setiap tahun beredar berbagai ''Call for Papers'' yang mengundang penulisan makalah dalam bidang SIM. Pada umumnya, SIM hanya merupakan salah satu dari topik konferensi/seminar. Institusi penyelenggara konferensi biasanya tidak berafiliasi langsung dengan bidang SIM, namun berupa bidang­bidang ilmu lain yang telah diungkapkan sebelumnya .

Walau pun ada (exists), komunitas SIMDI terkesan malu­malu dan tersembunyi. Sekurangnya terdapat dua kemungkinan yang dapat menjelaskan kenyataan ini. Pertama para   pelaku   bidang   SI Indonesia   terlalu tersebar serta berhimpun diberbagai bidang ilmu induknya masing­masing, sehingga mereka tidak saling kenal­ mengenal. Kedua, jumlah mereka memang kecil serta posisi  yang  lemah.  Kemungkinan  ke  dua  ini  didukung




dengan kenyataan bahwa peranan Indonesia dalam bidang SIM secara regional/internasional yang sangat minim. Jarang sekali pertemuan regional seperti PACIS (Pacific Asia Conference on Information Systems) atau pertemuan internasional seperti ICIS dihadiri komunitas SIM dari Indonesia.

Lebih  langka  lagi ialah,  karya  tulis  komunitaSIM dari Indonesia yang dipresentasikan pada sebuah konferensi, apalagi karya tulis yang tembus ke publikasi internasional.  Dampak  dari  ini  ialah  bahwa  aktifitas SIMDI   tida terlihat   oleh   komunitas   internasional. Dengan  sendirinya,  sedikit  sekali  ada  orang  Indonesia yang mendapatkan tawaran untuk menjadi ''reviewer'' makalah untuk konferensi atau jurnal internasional. Kehilangan tawaran menjadi ''reviewer'' berarti kehilangan kesempatan  untuk  ''mengintip''  riset  yang  sedang dikerjakan oleh komunitas SIM lainnya [8].

Kendala tersebut di atas, belum termasuk yang secara umum   dialami para peneliti dari Indonesia. Pertama, kemampuan berbahasa menjadi rintangan dalam berkomunikasi,  menulis,  dan  membaca makalah  bahasa asing secara umum, bahasa Inggris secara khusus. Kedua, keterbatasan jurnal (asing) yang dilanggan masing­masing institusi. Ketiga, fasilitas institusi yang kurang memadai, seperti akses internet bagi peneliti. Terakhir, iuran keanggotaan profesional yang relatif mahal merupakan faktor kendala untuk menjadi anggota profesi [8].


5.   SIMDI: SUMBANG SARAN

Makalah ini ditutup dengan sedikit sumbang saran. Pertama­tama perlu ada konsensus dari orientasi SIMDI: apakah berbasis ''teori murni'' lengkap dengan model kerangka acuan ''kotak konseptual'' dan ''anak panah sebab akibat''. Atau, apakah sebaiknya berorientasi terapan yang menunjang industri SIMDI? Diusulkan agar para pelaku SIMDI menerapkan pilihan kedua yang manfaatnya akan lebih cepat terasa. Para akademisi SIMDI secara berkala melakukan sabatikal ke lapangan, agar tetap mengikuti perkembangan terakhir dari dunia SIM yang nyata. Pola ini  juga  diterapkan  para  akademisi  dari  cabang  ilmu

seperti kedokteran, hukum, teknik sipil, arsitektur, yang biasanya tetap menerapkan ilmunya sebagai profesi.

Mengabaikan kegiatan berorientasi teori murni, berpotensi dampak jangka panjang yang kurang baik. Para pelaku SIMDI sebaiknya secara teratur mengakses publikasi  utama  seperti  ISR,  MISQ,  JAIS,  dan  CAIS. Edisi elektronis dari MISQ, JAIS, dan CAIS dapat diakses bebas biaya, jika menjadi anggota AIS. Anggota AIS dari negara yang sedang berkembang seperti Indonesia mendapatkan potong iuran tahunan hingga 90%. Bahkan untuk  JAIS  dan  CAIS,  AIS  memberikan  akses  secara bebas  biaya  bagi  institusi  pendidikan  di  negara  yang sedang berkembang. Informasi lanjut mengenai fasilitas ini dapat dilihat di

Besar harapannya, bahwa setiap pelaku SIMDI sekurangnya tahu akan eksistensi jurnal tersebut di atas, agar mengetahui perkembangan serta mengenal apa­siapa dalam bidang ini. Langkah ini perlu dilanjutkan dengan melakukan penelitian/penulisan makalah yang menjadi tindak lanjut dari makalah di jurnal utama. Target akhir tentunya bukan hanya mengutip, namun juga berupaya untuk menulis di jurnal utama tersebut.

Perlu  diupayakan  pengiriman  peserta  secara  teratur dari Indonesia untuk konferensi regional seperti PACIS. Tentunya lebih baik, jika peserta tersebut juga menjadi pembawa makalah. Informasi mengenai ''Call for Papers'' lainnya dapat diikut melalui milis ISWordNet. Titik awal menulis  ke  jurnal  internasional  dapat  dengan mengirimkan makalah ke   The Electronic Journal of Information Systems in Developing Countries (EJISDC)
dengan URL berikut: http://www.ejisdc.org/.

Dewasa ini ditemukan beberapa jurnal bidang SIM terbitan dalam negeri. Pada umumnya, sirkulasi jurnal tersebut agak terbatas serta jadual penerbitannya kurang teratur. Diusulkan untuk menerbitkan sebuah jurnal elektronis yang mengikuti pola JAIS/CAIS dengan lisensi bebas sehingga dapat dengan mudah diarsipkan ke dalam CDROM. Lobby tingkat tinggi diperlukaagar terbitan elektronis dianggap setara (kumnya) dengan terbitan cetakan.  Kapasitas  simpan  elektronis  yang  relatif  besar




memungkinkan jurnal tersebut juga dimanfaatkan untuk menampung karya tulis/ringkasan tesis dari penelitian S3, S2, dan bahkan S1. Penerbitan karya tulis secara terbuka dan dapat diakses secara luas justru dapat menjadi kiat untuk menghindari plagiatisme akademis.

Tentunya, dapat diusulkan berbagai hal lainnya seperti mendirikan cabang/chapter AIS, mendirikan milis khusus SIM (atau memanfaatkan milis yang telah ada), serta mengupayakan konferensi tahunan khusus bidang SIM.

Sebagai penutup, penulis menghimbau agar masing­ masing jangan lupa mengintip bagaimana SIM dimanfaatkan oleh institusi masing­masing. Apakah tingkatan  jabatan  dari  ''CIO''  di  institusi  kita  sendiri? Kepala Seksi? Kepala Bidang? Kepala UPT? Direktur? dst. Berapakah anggaran tahunan IT di institusi kita? Bagaimana status ''strategic­plan'' institusi kita? Kapan paling akhir ''strategic­plan''­nya di­revisi/di­tinjau ulang? Terdapat  kemungkinan  bahwa, SIM di  rumah''  sendiri dapat dijadikan topik penelitian bidang SIM! Kalau kita tidak dapat menyelesaikan SIM di lingkungan kita sendiri, mengapa kita berasumsi dapat membuatkan stategic­ plan untuk sebuah organisasi lain?


REFERENSI

[1] G. Davis and M. Olson, Management Information
Systems, 1984, 5­6.

[2] G.A. Gorry and M.S. Scott, A Framework for Management Information Systems, Sloan Management Review, 13(1), Fall 1971, 55­70.

[3] P.G.W. Keen, MIS Research: Reference Disciplines and A Cummulative Tradition, Proceedings of the First International Conference on Information Systems, E. Mc Lean (ed.), 1980, 9­18.

[4] J. Fedorowitz, Are There Barbarian at the Gates of Information Systems?, Panel 9 at  International Conference on Information Systems, 1996.


[5] G. Davis, Information Systems Conceptual Foundations: Looking Backward and Forward, Organizational and Social Perpectives on Information Technology, R.L. Baskerville et. al. (eds), 2000,
61­82.

[6] W. J. Orlikowski and C.S. Iacono, Research Commentary: Desperately Seeking the ''IT'' in IT Research ­­ A Call to Theorizing the IT Artifact.

[7] I. Benbasat and R.W. Zmud, The Identity Crisis Within The IS Discipline: Defining and Communicating The Discipline Core Properties, MIS Quarterly, 27(2), June 2003, 183­194.

[8] R.M. Samik­Ibrahim, M3: Potensi Masalah Dari
Dunia Ketiga,  2002, per 17 Nov ,

[9] N. Bruell, Exporting Software from Indonesia,
EJISDC, 2003, 13(7), 1­9.

[10] R.L. Baskerville and M. D. Myers, Information
Sistems as A Reference Discipline, MIS Quarterly,
26(1), March 2002, 1­14.

[11] A.B. Whinston and X. Geng, Operationalizing the Essential Role of the Information Technology Artifact in Information Systems Research: Gray Area, Pitfalls, and the Importance of Strategic Ambiguity.

[12] K. Lyytinen, ed. al., Making Information Systems Research More Relevant: Academic and Industry Perspectives,  Proceedings of the First International Conference on Information Systems, P De, et. al. (ed.),
1999, 574­577.


UCAPAN TERIMA­KASIH


Terimakasih kepada A.A. Nazief and W.S. Nugroho, serta rekan­rekan lainnya yang ikut memberikan komentar atas makalah ini.

0 komentar: